JAKARTA – Biaya layanan haji jemaah RI diusulkan naik menjadi Rp 69,2 juta, kendati harga paket haji di Arab Saudi justru turun 30 persen ketimbang 2022. Kementerian Agama membeberkan alasannya.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief membenarkan penurunan harga paket haji yang ditetapkan Arab Saudi turun, dari Rp 22 juta menjadi sekitar Rp 19 juta. Sementara itu, kenaikan tarif layanan haji jemaah Indonesia disebabkan oleh naiknya harga transportasi hingga akomodasi.
“Yang disebut layanan haji atau paket layanan haji itu layanan masyair atau di Saudi disebutnya layanan selama masyair, yaitu layanan selama jemaah tinggal di atau wukuf di Arofah kemudian ke Musdalifah, kemudian mereka mabit diminah, 4 hari itu yang disebut paket layanan haji yang tahun lalu harganya 5.656,87 riyal, atau sekitar Rp 22 juta, itu 4 hari pada masa kemarin,” kata Hilman.
“Nah, untuk sekarang tawaran kita kepada mereka yang sudah kita negosiasikan harga paket layanan itu jadi 4.632,87 riyal atau sekitar Rp 18,9 juta ya atau Rp 19 juta, dari Rp 22 juta turun,” dia menambahkan.
“Komponen lain yang meningkatkan biaya itu adalah yang kita waspadai dan kita jaga justru mengenai tiket pesawat ya, kurs dollar sedang tinggi saat ini, kedua kita juga lihat jaga-jaga dengan avtur yang naik turun,” katanya.
Dia mengatakan saat ini asumsi yang dipakai Kemenag adalah kurs dolar AS terkini. Dia mengatakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya.
“Saat ini, asumsi yang kita pakai kan asumsi masih dengan dolar yang pesimis lah. Dolar pesimis maksudnya (kurs) dollarnya tinggi itu di Rp 15.300, ya. Sementara tahun lalu dollar Rp 14.425 gitu. Jadi berbeda ya, karena biaya haji itu dollar, gitu kan, saya kira di situ,” ujar dia.
Hilman mengatakan kondisi itu membuat turunnya paket layanan haji di Arab Saudi terkoreksi dengan naiknya biaya lainnya. Menurutnya layanan haji tidak mencakup biaya-biaya seperti transportasi hingga akomodasi.
“Jadi, meskipun layanan masyair atau layanan paket haji itu turun tapi turunnya itu masih terkoreksi dengan harga yang lain, misalnya kenaikan-kenaikan berapa riyal untuk rencana penginapan, untuk akomodasi, untuk makan, itu tidak masuk paket layanan haji. Hotel di Madinah, di Makkah, makan, itu tidak termasuk dalam layanan haji dimaksud. Jadi layanan haji itu spesifik, gitu ya konteksnya,” dia menjelaskan.
Lebih lanjut, Hilman juga menjelaskan mengapa Menag dan jajaran akhirnya memutuskan untuk mengusulkan kenaikan biaya haji menjadi Rp 69,2 juta. Dia menyebut perhitungan yang dilakukan yakni agar jemaah lain yang berangkat di tahun mendatang bisa tetap berangkat.
“Sementara yang didebatkan saat ini lebih kepada berapa yang harus dibayar masyarakat, kan itu. Nah, saya berpendapat ya, di Kemenag kita diskusikan kita harus cari angka yang rasional ya terkait subsidi dari nilai manfaat itu, dulu harga segitu juga, cuma 50% dibayari oleh nilai manfaat gitu. Nah sekarang saya ingin balik itu, kenapa? Karena saya tidak ingin yang berangkat sekarang murah, nanti yang 5 tahun lagi nggak bisa berangkat, itu aja poinnya,” kata dia.
“Nanti masyarakat akan memilih, dengan DPR kita akan rasionalisasi, kita akan sesuaikan, pilihannya di situ. Kita harus adil dengan yang akan berangkat tahun-tahun berikutnya, kalau anda nanti berangkat 7 tahun mendatang, masa antrenya, sanggup nggak bayarnya nanti? Keteteran tanpa subsidi karena habis untuk saat ini karena terlalu besar pasak daripada tiang, inilah kiranya kita harus rasional,” dia menjelaskan.